Adalah sebagian kecil yang bisa ditemukan dalam rangkaian prosesi pernikahan Adat Palembang. Menjadi fakta yang sangat menarik kala modernisasi dan era minimalis sudah merasuki hampir semua segi kehidupan, termasuk prosesi pernikahan, masih ada sebagian orang yang tetap teguh mempertahankan tradisi dan budaya. Ini juga sebagai bukti bahwa keagungan adat istiadat tak lekang termakan zaman, serta tidak mengenal status sosial individu.
Teks: Maria Djajaputra
1. PENYELIDIKAN TERHADAP SANG GADIS
Calon mempelai perempuan masih harus "diselidiki" oleh utusan pihak
keluarga calon laki-laki. Arti kata "selidik" bukan melambangkan
kecurigaan, melainkan pendekatan yang dilakukan oleh keluarga calon
mempelai laki-laki dan memastikan bahwa calon mempelai perempuan belum
ada yang meminang. Prosesi ini dikenal dengan nama
Madik, berasal dari bahasa Jawa Kawi yang berarti mendekat atau pendekatan.
Setelah proses Madik berhasil, maka calon mempelai perempuan "dipagari".
Proses adat ini bernama Menyenggung atau Senggung yang berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya "pagar".
Prosesi ini bertujuan agar si gadis tidak diganggu lagi oleh senggung (sebangsa
musang) sebagai kiasan tidak diganggu oleh laki-laki lain. Keluarga
besar laki-laki mengirimkan utusan resmi kepada pihak keluarga si gadis
dengan membawa
tenong (keranjang antaran) atau sangkek terbuat dari
anyaman bambu berbentuk bulat atau segi sempat berbungkus kain batik
bersulam emas berisi makanan, bisa juga berupa telur, terigu, atau
mentega sesuai keadaan keluarga si gadis.
Bila proses senggung telah mencapai sasaran, pihak keluarga laki-laki
masih harus kembali lagi membawa tenong sebanyak 3 buah, masing-masing
berisi terigu, gula pasir, dan telur itik. Dengan adanya proses adat
Ngebet ini, berarti kedua belah keluarga telah
Nemuke Kato atau sepakat bahwa si gadis telah "diikat"
oleh pihak laki-laki. Sebagai tanda ikatan di antara keduanya, pihak
laki-laki memberikan bingkisan lagi berupa kain, bahan busana, atau
benda berharga seperti cincin, kalung, ataupun gelang.
Proses yang dinamakan Berasan ini berasal dari kata Melayu yang berarti
musyawarah. Kedua keluarga besar menentukan apa yang akan diminta pihak
perempuan dan apa yang akan diberikan oleh pihak laki-laki. Inilah
kesempatan pihak perempuan diperkenalkan kepada pihak keluarga
laki-laki. Suasana Berasan diramaikan dengan pantun dan berbasa-basi.
Setelah jamuan makan, kedua pihak keluarga menentukan segala persyaratan
perkawinan, baik tata cara adat maupun agama. Saat inilah ditetapkan
hari berlangsungnya
Mutuske Kato.
Jika menyepakatinya berdasarkan syariat agama, berarti kedua pihak
bersepakat tentang mahar atau mas kawin.
Sedangkan menurut adat istiadat, kedua pihak akan menyepakati adat apa
yang akan dilaksanakan, karena masing-masing memiliki perlengkapan dan
persyaratan sendiri.
Yaitu tepat pada saat cahaya bulan sedang cantik menyinari bumi, agar
cahayanya menjadi penerang kehidupan kedua mempelai. Proses adat inilah
yang dinamakan
Mutuske Kato, yaitu saat keluarga memutuskan Hari Nganterke Belanjo, Hari Pernikahan,
Munggah, Nyemputi dan Nganter Pengantin, Ngalie Turon,
Bercacap atau Mandi Simburan atau Beratib. Saat proses adat ini, keluarga laki-laki mendatangi pihak perempuan dengan membawa 7
tenong yang berisi gula pasir, terigu, telur itik, pisang, dan
buah-buahan lain. Selain membuat beberapa keputusan, pihak laki-laki
juga memberikan persyaratan adat yang telah disepakati pada acara
Berasan.
Mutuske Kato ditutup dengan doa keselamatan dan permohonan kepada
Tuhan agar pelaksanaan perkawinan berjalan lancar. Dilanjutkan dengan
acara sujud calon pengantin perempuan kepada calon mertua, yang dibalas
dengan pemberian emas sebagai tanda cinta. Ketika utusan dari pihak pria
ingin pulang, 7
tenong pihak laki-laki ditukar oleh pihak perempuan dengan isian aneka jajanan khas Palembang untuk dibawa pulang.
7. SERAH-SERAHAN
Tradisi yang mirip tradisi Jawa ini, disebut Nganterke Belanjo. Prosesi
ini banyak dilakukan oleh kaum perempuan, sedangkan kaum laki-laki hanya
mengiringi saja. Bentuk gegawaan yang disebut Masyarakat Palembang
sebagai "adat ngelamar"
, dibawa oleh pihak laki-laki (sesuai kesepakatan) untuk pihak perempuan
antara lain berupa sebuah ponjen warna kuning berisi duit belanjo (uang
belanja) yang diletakkan dalam nampan, sebuah ponjen warna kuning
berukuran lebih kecil berisi uang pengiring duit belanjo, 24 ponjen yang
leberukuran lebih kecil dan berwarna kuning berisi koin-koin logam
sebagai pengiring pengantin duit belanjo, selembar selendang songket,
baju kurung songket, sebuah ponjen warna kuning berisi uang "timbang
pengantin" , 12 nampan berisi aneka macam barang keperluan pesta, serta
kembang setandan yang ditutup kain sulam berenda. Selain itu,
diantarkan pula enjukan atau permintaan yang telah ditetapkan saat
Mutuske Kato, yaitu berupa salah satu syarat adat pelaksanaan perkawinan
sesuai kesepakatan.
Calon pengantin biasanya melakukan beberapa ritual yang dipercaya
berkhasiat untuk kesehatan dan kecantikan, dan juga lambang magis yang
dipengaruhi kepercayaan tradisional.
Rangkaian ritual tersebut dimulai dari betanggas yaitu mandi uap, lalu
ada bebedak, kemudian berpacar, yaitu diberikan pacar(sejenis kutek)
pada seluruh kuku tangan dan kaki, juga telapak tangan dan telapak kaki
yang disebut pelipit.
Kesan merah pada pacar berguna untuk mengusir segala jenis makhluk
halus, dan pacar sendiri dipercaya mempunyai kekuatan magis untuk
memberi kesuburan bagi pengantin perempuan.
Upacara ini dimaksudkan sebagai tanda memasuki kehidupan berumah tangga.
Menurut aturan adat, memang sebaiknya dilaksanakan di rumah calon
pengantin laki-laki. Tapi sesuai dengan perkembangan masa, upacara yang
umum disebut sebagai upacara akad nikah ini bisa dilakukan di rumah
calon mempelai perempuan dan dikatakan sebagai
"kawin numpang" . Syaratnya, jika akad nikah berlangsung sebelum
acara Munggah, maka utusan pihak perempuan terlebih dahulu nganterke
keris ke kediaman pihak laki-laki.
10. MENYIMBANGKAN DAN MENYERASIKAN KEDUA PENGANTIN
Upacara yang merupakan puncak rangkaian acara perkawinan Adat Palembang
ini melibatkan banyak pihak keluarga kedua mempelai, dihadiri para tamu
undangan dan dilaksanakan di rumah kediaman keluarga pengantin
perempuan. Inilah yang disebut sebagai Munggah, yang bermakna agar
kedua pengantin menjalani hidup berumah tangga selalu seimbang atau
timbang rasa, serasi, dan damai.
Sumber http://www.weddingku.com/traditional/tradition/3/1/palembang
ANALISIS
Menurut saya, meskipun era modernisasi sudah masuk kedalam kehidupan namun sebagian orang masih menggunakannya dalam acara pernikahan mereka. Karena disetiap tahapan yang dilaksanakan, terdapat makna-makna yang berarti bagi sebagian orang. Sepertimencari tahu apakah calon perempuan sudah ada yang punya atau belum, lalu setelah diketahui, si calon perempuan diasingkan dari pria-pria lain agar tidak diganggu lagi. Karena walaupun seseorang dengan pasangannya sudah bertunangan sekalipun, pasangan tersebut belum mendapat jaminan akan dapat tetap bersama hingga ke jenjang pernikahan. Dengan melaksanakan adat ini maka akan meminimalisir kemungkinan tersebut.
Tidak sampai disitu, dalam menentukan tanggal pernikahan tidak ditentukan oleh salah satu pihak saja, mereka bermusyawarah dalam menentukan tanggal. Sehingga adat seperti ini yang harusnya tetap dipertahankan hingga saat ini, agar terjadi kata sepakat diantara mereka dan tidak ada yang merasa dirugikan dengan pemilihan tanggal tersebut.