Kementerian Luar Negeri Indonesia membenarkan adanya laporan perlakuan
tidak layak yang diterima oleh dua pembantu rumah tangga yang bekerja di Malaysia.
"Kami memang menerima laporan itu dan saat ini tengah mendalaminya,"
kata Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Tatang Razak. "Laporan
yang kami dengar keduanya mengalami eksploitasi mereka disuruh bekerja lewat
batas waktu yang ditentukan, dengan bayaran sangat minim juga sering disuruh mijitin
majikan perempuannya hingga larut malam juga mengalami kekerasan."
Laporan yang diterima oleh Kantor Kedutaan Besar Indonesia di
Malaysia mengatakan keduanya dipekerjakan dengan upah minimum dan waktu kerja
yang tidak menentu. Keduanya menurut laporan yang dihimpun oleh Wartawan BBC di
Malaysia, Jeniffer Pak, bekerja untuk pejabat senior di lingkungan pemerintah
negara jiran tersebut.
Sumber
BBC Indonesia di lingkungan Kementerian Luar Negeri juga membenarkan bahwa
pelaku merupakan pejabat tinggi di Malaysia. Laporan tentang adanya
peristiwa kekerasan ini terjadi hanya sebulan sebelum rencana pengiriman TKI ke
Malaysia kembali di buka
oleh Pemerintah Indonesia.
Namun sejauh ini tidak ada kepastian apakah laporan baru
tentang kekerasan yang dialami oleh dua pembantu rumah tangga Indonesia ini akan membatalkan rencana pembukaan
kembali pengiriman tenaga kerja Indonesia
ke Malaysia
pada bulan depan. "Laporan yang kami dengar
keduanya mengalami eksploitasi mereka disuruh bekerja lewat batas waktu yang
ditentukan..." Tatang Razak "Itu akan
kita lihat secara menyeluruh lagi kalau untuk rencana pembukaan kembali kan kita telah melakukan
amandemen," kata Tatang.
Tatang mengatakan ditengah proses pembukaan kembali
pengiriman TKI ke Malaysia,
pemerintah mengajukan sejumlah hal yang harus disepakati oleh pemerintah negara
jiran itu. "Di lapangan kita masih menemukan Malaysia tidak mau ada pencantuman
gaji minimum dalam kontrak atau job order yang kita ajukan." "Kita
berhak menentukan gaji perbulannya kalau mereka tidak mau berarti kan mereka ngga
sanggup bayar dan jangan ambil."
Sebelumnya sejumlah pihak di Indonesia
meminta pemerintah tidak tergesa-gesa mencabut moratorium pengiriman tenaga
kerja sektor pembantu rumah tangga ke Malaysia. Laporan kekerasan dua
pekerja wanita Indonesia ini
merupakan yang pertama sejak kedua negara menandatangani perjanjian
perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia
yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia.
Penyelesaian
Sebaiknya perjanjian perlindungan ditandatangani oleh kedua Negara yang
bersangkutan ini tidak hanya dijadikan wacana, tapi harus dijalankan dengan
sebaik-baiknya. Karena ini menyangkut Hak Asasi Manusia (HAM) untuk memiliki
penghidupan yang layak. Kedua pemerintah harus manjadikan persoalan semacam ini
sebagai kasus yang harus ditangani secara intensif, karena jika tidak, kejadian
yang serupa akan terus terulang.
Analisis Menurut:
Sudut pandang buruh
Masalah seperti ini seringkali tidak membuat para
buruh TKI diluar negeri sana kapok, karena
walaupun gencarnya pemberitaan seperti ini tidak menyurutkan keinginan mereka
untuk mencari nafkah bagi keluarganya di kampong sana. Lagi-lagi ekonomi yang menjadi
permasalahan. Mereka tidak dapat berbuat banyak saat dianiaya oleh majikan,
karena mereka tidak memiliki kekuatan untuk melawan.
Sudut pandang majikan
Biasanya persoalan komunikasi menjadi awal dari
kekerasan ini bisa terjadi, karena keterbatasan bahasa yang dimiliki oleh para
TKI kita di luar negeri sana
sehingga membuat geram para majikan. Karena saat disuruh mengerjakan sesuatu,
TKI tersebut tidak mengerti sehingga memancing amarah dan berujung kepada
kekerasan.
Sudut pandang pemerintah
Persoalan ini sudah sangat sering terjadi tapi mengapa
terus menerus terulang? Karena pemerintah tidak menganggap ini sebagai
persoalan yang serius, mereka hanya menganggap ini sebagai persoalan yang
sepele sehingga jalan keluar yang diinginkan tidak kunjung datang.
No comments:
Post a Comment