Tuesday, November 27, 2012

Dua TKI alami kekerasan di Malaysia



Kementerian Luar Negeri Indonesia membenarkan adanya laporan perlakuan tidak layak yang diterima oleh dua pembantu rumah tangga yang bekerja di Malaysia. "Kami memang menerima laporan itu dan saat ini tengah mendalaminya," kata Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Tatang Razak. "Laporan yang kami dengar keduanya mengalami eksploitasi mereka disuruh bekerja lewat batas waktu yang ditentukan, dengan bayaran sangat minim juga sering disuruh mijitin majikan perempuannya hingga larut malam juga mengalami kekerasan."
Laporan yang diterima oleh Kantor Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia mengatakan keduanya dipekerjakan dengan upah minimum dan waktu kerja yang tidak menentu. Keduanya menurut laporan yang dihimpun oleh Wartawan BBC di Malaysia, Jeniffer Pak, bekerja untuk pejabat senior di lingkungan pemerintah negara jiran tersebut.
Sumber BBC Indonesia di lingkungan Kementerian Luar Negeri juga membenarkan bahwa pelaku merupakan pejabat tinggi di Malaysia. Laporan tentang adanya peristiwa kekerasan ini terjadi hanya sebulan sebelum rencana pengiriman TKI ke Malaysia kembali di buka oleh Pemerintah Indonesia.
Namun sejauh ini tidak ada kepastian apakah laporan baru tentang kekerasan yang dialami oleh dua pembantu rumah tangga Indonesia ini akan membatalkan rencana pembukaan kembali pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia pada bulan depan. "Laporan yang kami dengar keduanya mengalami eksploitasi mereka disuruh bekerja lewat batas waktu yang ditentukan..." Tatang Razak "Itu akan kita lihat secara menyeluruh lagi kalau untuk rencana pembukaan kembali kan kita telah melakukan amandemen," kata Tatang.
Tatang mengatakan ditengah proses pembukaan kembali pengiriman TKI ke Malaysia, pemerintah mengajukan sejumlah hal yang harus disepakati oleh pemerintah negara jiran itu. "Di lapangan kita masih menemukan Malaysia tidak mau ada pencantuman gaji minimum dalam kontrak atau job order yang kita ajukan." "Kita berhak menentukan gaji perbulannya kalau mereka tidak mau berarti kan mereka ngga sanggup bayar dan jangan ambil."
Sebelumnya sejumlah pihak di Indonesia meminta pemerintah tidak tergesa-gesa mencabut moratorium pengiriman tenaga kerja sektor pembantu rumah tangga ke Malaysia. Laporan kekerasan dua pekerja wanita Indonesia ini merupakan yang pertama sejak kedua negara menandatangani perjanjian perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia.

Penyelesaian
Sebaiknya perjanjian perlindungan ditandatangani oleh kedua Negara yang bersangkutan ini tidak hanya dijadikan wacana, tapi harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Karena ini menyangkut Hak Asasi Manusia (HAM) untuk memiliki penghidupan yang layak. Kedua pemerintah harus manjadikan persoalan semacam ini sebagai kasus yang harus ditangani secara intensif, karena jika tidak, kejadian yang serupa akan terus terulang.

Analisis Menurut:
Sudut pandang buruh
Masalah seperti ini seringkali tidak membuat para buruh TKI diluar negeri sana kapok, karena walaupun gencarnya pemberitaan seperti ini tidak menyurutkan keinginan mereka untuk mencari nafkah bagi keluarganya di kampong sana. Lagi-lagi ekonomi yang menjadi permasalahan. Mereka tidak dapat berbuat banyak saat dianiaya oleh majikan, karena mereka tidak memiliki kekuatan untuk melawan.

Sudut pandang majikan
Biasanya persoalan komunikasi menjadi awal dari kekerasan ini bisa terjadi, karena keterbatasan bahasa yang dimiliki oleh para TKI kita di luar negeri sana sehingga membuat geram para majikan. Karena saat disuruh mengerjakan sesuatu, TKI tersebut tidak mengerti sehingga memancing amarah dan berujung kepada kekerasan.

Sudut pandang pemerintah
Persoalan ini sudah sangat sering terjadi tapi mengapa terus menerus terulang? Karena pemerintah tidak menganggap ini sebagai persoalan yang serius, mereka hanya menganggap ini sebagai persoalan yang sepele sehingga jalan keluar yang diinginkan tidak kunjung datang.

No comments: