Friday, November 02, 2012

Kasus Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
  • Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
  • Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
  • Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
  • Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
  • Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
  • Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Contoh Kasus perlindungan konsumen : 
-         Kasus Perda DKI tentang Parkir
Pengacara publik David ML Tobing menggugat Perda DKI Jakarta No 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran dengan mengajukan permohonan pengujian ke Mahkamah Agung karena dinilai bertentangan dengan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. "Kami telah mengajukan permohonan uji materil Pasal 36 ayat (2) Perda No. 5 Tahun 1999 tentang Perparkiran ke MA terhadap UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen," kata David, usai mendaftarkan uji materi Perda Perparkiran di Jakarta, Kamis.
Pasal 36 ayat (2) Perda DKI No. 5 Tahun 1999 menyebutkan: "Atas hilangnya kendaraan dan atau barang-barang yang berada di dalam kendaraan atau rusaknya kendaraan selama berada di dalam petak parkir merupakan tanggung jawab pemakai tempat parkir. David menilai Pasal 36 ayat (2) itu bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Pasal 18 ayat (1) huruf a menyebutkan: "Pelaku Usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha".

Menurut dia, isi Pasal 36 ayat (2) Perda DKI itu merupakan klausula baku yang mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen apabila terjadi kehilangan.
"Aturan pencantuman klausula itu bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2) huruf a UU PK," katanya.

David mengatakan, dua tahun sejak berlakunya UU Perlindungan Konsumen, Gubernur DKI Jakarta tidak menyesuaikan Perda Perparkiran itu dengan UU Perlindungan Konsumen. Padahal, lanjutnya, aturan klausula baku dalam UU Perlindungan Konsumen telah menjadi yurisprudensi tetap MA salah satunya lewat putusan PK No. 124 PK/Pdt/2007 jo Putusan Kasasi No. 1264 K/Pdt/2005. "Ini menyangkut gugatan Anny R Gultom kepada PT Securindo Packatama di PN Jakarta Pusat pada tahun 2000 karena pernah kehilangan mobil di areal parkir yang kebetulan saya yang menanganinya," katanya.

Pencantuman klausula baku dalam tiket parkir dikatakan kesepakatan cacat hukum yang berat sebelah karena mengandung ketidakbebasan pihak yang menerima klausula, kesepakatan itu diterima dalam keadaan terpaksa, katanya mengutip pertimbangan majelis.
Karena itu, advokat yang kerap menangani kasus-kasus perlindungan konsumen ini meminta majelis MA mencabut atau membatalkan Pasal 36 ayat (2) Perda DKI No. 5 Tahun 1999 itu karena masih mengandung pencantuman klausula baku dalam bentuk pengalihan tanggung jawab. "Pasal 36 ayat (2) Perda No. 5 Tahun 1999 bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) huruf a UU Perlindungan Konsumen dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selanjutnya memerintahkan termohon (Gubernur DKI) untuk mencabut Pasal 36 ayat (2) itu atau setidaknya menyesuaikan dengan UU Perlindungan Konsumen," katanya. (Ant)


Kasus diatas menjelaskan, bahwa Perda yang dimiliki di DKI tersebut sangat bertentangan dengan undang-undang perlindungan konsumen yang ada. Perda tersebut menjadi sangat tidak beretika, karena perda tersebut malah menyebutkan bahwa pelaku usaha mengalihkan tanggung jawabnya kepada konsumen atas kehilangan atau kerusakan kendaraan selama di dalam petak parkir. Oleh karena itu, ada baik nya bagi Gubernur setempat, bisa berlaku lebih bijak dalam melindungi warganya sebagai konsumen.

Sumber : Wikipedia dan TvOneNews

No comments: